Tuesday 26 July 2011

Secangkir Kopi Jon Pakir

Sesudah melakukan dosa terkutuk itu, Daud, sang Nabi, menangis 40 hari 40 malam. Ia bersujud. Tak sejenakpun mengangkat kepalanya. Keningnya bagai menyatu dengan tanah. Air matanya meresap membasahi tanah tandus itu sehingga tumbuhlan reumputan. Rerumputan itu kemudian meninggi merimbun dan menutupi kepalanya.

Allah menyapanya. Bertambah nangis ia, meraung dan terguncang-guncang. Pepohonan di sekitarnya bergayut berdesakan satu sama lain mendengar raungan itu, kemudian daun-daunnya rontok, kayu-kayunya mengering, oleh duka derita dan penyesalan Daud yang diresapimya.

Dan Allah masih juga 'menggoda'nya: "Daud, Engkau lupa akan dosamu. Engkau hanya ingat tangismu." Dan sang Nabi terus berjuang dengan air matanya. Air mata kehidupan Daud bagai samudera. Kesunngguhan Daud terhadap nilai-nilai ketuhanan -- ya nilai kehidupan ini sendiri -- bagai samudera. Adapun saya, yang hidup ribuan tahun sesudah Daud, hanya pernah menitikkan air mata beberapa cangkir. Juga apa yang saya bisa sebut air mata ruhani saya.

Di dalam zaman yang telah jauh maju ke depan ini, barangkali saya bersemayam di kehidupan yang ringan dan riang melakukan dosa-dosa.

(Emha Ainun Nadjib/"Secangkir Kopi Jon Pakir"/Mizan/1995/PadhangmBulanNetDok)

No comments:

Post a Comment