Tuesday, 22 February 2011

Pengawetan Pangan dengan Asap Cair

Tambahan artikel untuk pengawetan pangan,  Cekidot gan... :)


Seorang bapak mengaduk pembakaran batok kelapa hingga menimbulkan asap dalam proses pembuatan asap cair di Cihideung Udik, Bogor, Jabar, Selasa (13/7). Asap cair yang akan dikemas dalam kemasan botol tersebut digunakan untuk pengawet makanan seperti ikan asin, tahu, bakso sehingga lebih aman dibanding menggunakan bahan pengawet dari kimia.(*jafkhairi/ant/z)


PADA umumnya bahan pangan segar mudah rusak, karena adanya aktivitas mikroorganisme dan reaksi oksidasi. Karena itu, diperlukan langkah pengawetan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan, salah satunya melalui pengasapan.

Pengasapan telah lama digunakan sebagian masyarakat di Indonesia untuk mengawetkan makanan. Proses pengasapan dapat dilakukan melalui kontak dengan aerosol dalam ruang pengasapan (cara tradisional), pengasapan elektrostatik, dan melalui perlakuan kondensat asap cair.

Pengawetan dengan asap cair lebih bersahabat dengan lingkungan, karena tidak menimbulkan pencemaran udara. Selain itu, cara ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode pengasapan biasa. Pertama, bisa diaplikasi secara cepat dan mudah. Kedua, tidak membutuhkan instalasi pengasapan.

Ketiga, peranti yang digunakan lebih sederhana dan mudah dibersihkan. Keempat, konsentrasi asap cair yang digunakan bisa disesuaikan secara mudah dengan apa yang dikehendaki. Kelima, mudah mengendalikan kerapatan warna dan rasa.

Keenam, tidak mengurangi kadar air yang dalam metode biasa kerapkali mengurangi kesegaran pangan. Ketujuh, kualitas produk akhirnya mudah dikontrol, terutama warna, cita rasa, serta struktur bahan pangan. Kedelapan, senyawa-senyawa penting yang bersifat volatile mudah dikendalikan. 



Asap cair juga memiliki kadar asam, fenol, dan alkohol yang memiliki sifat antioksidan, antimikrobia, dan memberikan cita rasa spesifik. Aplikasi asap cair dapat dilakukan dengan penyemprotan (air spray), penguapan (vaporing), pengolesan, dan pencelupan atau pencampuran ke dalam bahan pangan yang diproses.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa asap cair dapat digunakan untuk pengawetan pangan. Penggunaan asap cair 10 persen pada fillet lele dumbo berbumbu memiliki daya tahan 18 hari, dan dapat diterima konsumen. Penggunaan asap cair pada pembuatan telur asin juga dapat mempertahankan daya awet, bahkan meningkatkan kadar omega-3.

Dispersi Uap

Asap cair merupakan cairan dispersi uap asap dalam air, atau cairan hasil kondensasi dari pi-rolisa kayu, tempurung kelapa, atau bahan sejenis. Pirolisa adalah proses pemanasan atau destilasi kering suatu bahan, sehingga menghasilkan asap yang jika di-kondensasi akan menghasilkan asap cair yang memiliki sifat spesifik asap.

Asap cair memiliki sifat antioksidatif dan bisa digolongkan sebagai antioksidan alami. Komponen antioksidatif dalam asap cair umumnya merupakan senyawa fenol (2,10-5,13 %). Fenol dengan titik didih lebih menunjukkan sifat antioksidatif yang lebih baik jika dibandingkan dengan senyawa fenol bertitik didih rendah.

Senyawa fenol dapat bertindak sebagai termination radikal bebas pada reaksi oksidasi. Sedangkan komponen asap cair dari kayu karet yang mampu menghambat oksidasi dari asam linoleat antara lain dari kelompok fenol, karbonil, dan asam, baik sendiri maupun berkombinasi.

Melihat potensi asap cair sangat menguntungkan dan bersahabat dengan lingkungan, tidak ada salahnya jika penggunaan dan penerapan asap cair sebagai pengawet dan sumber antioksidan alami lebih diintensifkan lagi. 



(Hayu Lestari STP, lulusan Fakultas Teknologi Pertanian USM-32)


Sumber :
 http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/07/25/23536/Pengawetan-Pangan-dengan-Asap-Cair
http://matanews.com/2010/07/13/pembuatan-asap-cair/

1 comment:

  1. maaf apa ada kontak yang dapat dihubungi di desa cihideung udik (CV wulung prima)?

    ReplyDelete