Tuesday, 26 October 2010

Mengingat Kembali Ajaran Semar : Tadah, Pradah, Ora Wegah


              Bagi orang-orang yang mengerti wayang tentu mereka sudah akrab dengan yang namanya semar ini.  Semar adalah tokoh punakawan dalam kisah pewayangan. Dalam kitab Mahabaratha, kita taka akan menemukan nama Semar disana, sebab semar asli karangan Pujangga Jawa. Dia seorang Dewa tingkat atas yang turun ke dunia dan menjelma menjadi manusia dan mengabdi pada manusia.  Dia membimbing para kesatria untuk bisa menjalani hidup dengan berpegang teguh pada kebenaran dan kejujuran. Di Jagad pewayangan jawa, semar bisa muncul di kisah Ramayana maupun Mahabaratha

             Ada tiga ajaran semar yang benar-benar bisa menyentuh ke lubuk hati saya. Ajaran ini juga tampaknya sama seperti yang diterapkan oleh  beberapa orang dekat yang sudah saya kenal hingga terasa lebih “menancap” di hati. Mereka tidak pernah mengajari ini lewat kata-kata pada saya, tapi lewat keteladanan langsung. Saya sendiri baru sadar ternyata ini mirip juga dengan ajaran semar ini setelah secara “tak sengaja” masuk ke web  om Sujiwo Tedjo saat googling tentang semar. Sepertinya anak-anak muda jaman sekarang sudah sangat langka yang tertarik dengan hal-hal seperti ini sehingga ada rasa yang mendorong saya untuk menuliskan ajaran luhur itu kembali.

 
Ketiga ajaran tersebut adalah :

1.      Tadah              :  Tadah itu berarti kita tak meminta apapun. Doa kita tak lain  berisi terima kasih. Doa kita Cuma mensyukuri apapun. Apapun saja yang sudah kita capai. Alhamdulillahirobbil’alamiin, Maturnuwun Gusti, Terimakasih Tuhan, Thanks God…

2.      Pradah            : Pradah, berarti ikhlas sharing apapun yang jadi potensi kita buat sesama, baik itu ilmu, tenaga, pikiran, ataupun harta. Ikhlas bisa berarti pemberian tanpa pamrih, hanya berharap RidhoNya semata. Illahi anta maqsudi, wa ridhoka matlubi.

3.      Ora Wegah      :  Ora Wegah, artinya tidak pilih-pilih. Entah itu pekerjaan besar ataupun pekerjaan kecil, sekali kita komit menjalaninya ya harus kita jalani dengan total. Jangan setengah –  setengah.  

Kalau kita sudah bisa menjalani Tadah, Pradah, dan Ora Wegah ini, kata Semar, kita bisa Nunggang Rasa Ngadep Urip alias Mengendarai Perasaan Mengarungi Hidup. Perasaan tidak memperdaya kita, tapi tetap menjadi alat buat kita untuk menjalani hidup. Dan kalau kita sudah bisa Nunggang Rasa Ngadep Urip, kata Semar, kita akan Ora Nduwe Ning Nek Butuh Ono, alias tidak berlebihan tapi kalau pas lagi butuh ada saja jalan keluar bagi kita buat mendapatkan kebutuhan itu.

No comments:

Post a Comment