Teknologi pangan adalah aplikasi dari ilmu pangan untuk sortasi, pengawetan, pemrosesan, pengemasan, distribusi, hingga penggunaan bahan pangan yang aman dan bernutrisi. Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, diantaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan dan sebagainya.
Teknologi pangan dapat dimulai dari lapangan atau sawah, kalau diambil sebagai contoh padi. Ladang atau tegalan untuk umbi-umbian dan polong-polongan. Teknologi dapat juga dimulai dari pemilihan bibit serta cara pembibitan, kemudian penanaman serta pemeliharaan. Pengertian ini tidak berlebihan karena pada setiap tingkat itu akan menggunakan teknologi yang sesuai dengan peruntukannya. Tetapi yang umum ialah sejak dipanen sampai dihidangkan.
Penggunaan teknologi pada setiap tingkat itu akan dapat diharapkan terjaminnya hasil daripada tanpa penggunaan teknologi, serta hasil yang jauh lebih banyak. Istilah terakhir ini memberikan pengertian bahwa penggunaan teknologi dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan.
Teknologi pangan sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Teknologi yang baik akan memperkecil kehilangan atau susut saat pengolahan. Pada setiap tingkat pengolahan hendaknya dibarengi dengan kendali mutu, atau ”quality control” sehingga terjamin bahwa hasil sesuai dengan mutu yang diharapkan. Sebagai salah satu contoh ialah dilapangan pada petanaman padi di sawah. Sebelum panen sebidang tanah harus diawasi sehingga hasilnya nanti terjamin, yaitu tidak akan hadir gangguan yang disebabkan oleh berbagai hama dan penyakit.
Pada saat panenpun demikian pula, hendaknya pengawasan mutu diperhatikan. Pergunakanlah alat yang cocok untuk pemakaiannya, serta tempat yang bersih. Menjemur gabah di jalan-jalan merupakan tindakan yang tidak akan menghasilkan gabah yang terjamin mutunya. Gabah disimpan dengan kadar air yang rendah serta tempat yang abik, bebas dari gangguan.
Tempat penyimpanan yang salah akan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan tersebut antara lain karena (i). Makhluk hidup, seperti tikus, serangga, jamur dan bakteri, karena jazat ini memakan bahan pangan yang disimpan, disamping menimbulkan kerugian karena kotoran, dan sisa-sisa bahan yang dimakan; (ii). Aktivitas biokimia dalam bahan pangan tiu sendiri, seperti respirasi, terbentuknya warna coklat serta timbulnya kelainan bau bahkan tengik; dan (iii). Kerusakan karena fisik atau mekanis, antara lain terhimpitnya bahan sehingga pecah, serta saat pemindahan yang kurang hati-hati.
Ruangan penyimpanan akan mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang sekali gus akan mempengaruhi ketahanan pangan. Suhu, kelembaban dan komposisi udara ruangan penyimpanan merupakan tiga faktor yang perlu diperhatikan. Cara pengangkutan, pengemasan yang kurang hati-hati juga menyebabkan bahan cepat rusak.
Pengolahan bahan pangan dilaksanakan karena tiga alasan, yaitu (i). Menyiapkan makanan untuk dihidangkan, (ii). Membuat hasil baru yang dikehendaki, baik dilihat dari segi fisik maupun kandungan kimianya, termasuk pengayaaan akan zat gizi, dan (iii). Mengawetkan, mengemas dan menyimpan. Dari ketiga alasan tersebut yang erat hubungannya dengan ketahanan pangan adalah yang ketiga. Pengawetan yang diikuti dengan pengemasan yang memadai akan menyebabkan bahan tidak cepat rusak.
Sehubungan dengan tujuan pengawetan, maka dikenal enam cara utama, yaitu:
1. Pengurangan air dalam bahan pangan- penegeringan, dehidrasi, evaporasi, atau pengentalan;
2. Pemanasan- blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi;
3. Penggunaan suhu rendah – pendinginan, pembekuan;
4. Perlakuan kusus – fermentasi, dan pemberian additif asam;
5. (Pemberian senyawa kimia
6. Iradiasi
daftar bacaan :
M. Qazuini, Teknologi Pangan Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan